1. Pengertian Jam’ al-Qur’an
a)
Pengertian secara etimologi
Kata al-Jam’u adalah bentuk masdar dari jama’a yang berarti
menggabungkan, menghimpun, atau mengumpulkan. Dari ungkapkan di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa kata Jam’ al-Qur’an dari segi bahasa mempunyai arti
menggabungkan atau mengumpulkan al-Qur’an.
b)
Pengertian secara terminologi
Secara terminologi jam’ al-Qur’an memiliki dua arti :
1. Menghafalkan
al-Qur’an
2. menulis dan
mengumpulkan al-Qur’an
Jadi ketika berbicara tentang jam’ al-Qur’an, maka yang dimaksudkan
dengan ungkapan ini adalah pengumpulan wahyu yang diterima nabi melalui kedua
cara tersebut. Istilah ini hanya dipakai pada zaman Nabi, sedangkan pada masa
Abu Bakar jam’ al-Qur’an hanya dipakai dalam satu arti yaitu menulis dan
mengumpulkan al-Qur’an, dan pada masa Usman mempunyai arti menyalin mushaf.
Namun sebenarnya dari dua nama al-Qur’an yang paling populer, kitapun
akan memperoleh dua arti tersebut, yaitu :
1.
Al-Qur’an
Nama ini mengindikasikan kepada arti
yang pertama yaitu menghafalkan al-Qur’an karena lafal al-qur’an berasal dari
kata “qoro’a” yang berarti membaca, sebagaimana firman Allah di atas, yaitu:
2.
Al-Kitab
Sedangkan kata al-Kitab
mengindikasikan kepada arti yang kedua yaitu menulis al-Qur’an karena lafal
al-Kitab adalah masdar dari lafal “kataba” yang berarti menulis.
Jadi dua nama al-Qur’an tersebut sudah
mengindikasikan bahwa al-Qur’an harus di rawat baik secara tulisan maupun
hafalan.
2. Pemeliharaan al-Qur’an
a)
Pemeliharaan al-Qur’an di langit
Al-Qur’an
telah di muliakan semenjak berada di langit, di mana hal ini sudah disampaikan
oleh Allah dengan sumpah-Nya yang termaktub dalam al- Qur’an.
b)
Pemeliharaan al-Qur’an ketika menuju ke bumi
Allah
memelihara al-Qur’an al-Karim ketika menuju bumi dengan cara menurunkan ruh
yang suci atau malaikat jibril sebagai pembawa al-Qur’an karena al-Qur’an tidak
pantas di bawa oleh ruh yang kotor
c)
Pemeliharaan al-Qur’an di bumi
Allah
memelihara al-Qur’an di bumi melalui Rasulullah, di mana Rasulullah
memeliharanya dengan sebaik-baiknya dan menyampaikannya kepada umat,
sebagaimana firman Allah dalam surat al-Qiyamah ayat 16-19:
Artinya : Janganlah kamu gerakkan lidahmu
untuk (membaca) Al Quran Karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya Sesungguhnya
atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai)
membacanya. Apabila kami Telah selesai membacakannya Maka ikutilah bacaannya
itu. Kemudian, Sesungguhnya atas tanggungan kamilah penjelasannya.
3. Penulisan al-Qur’an Pada Masa Rasulillah
a)
Dalil-dalil yang menunjukkan adanya penulisan al-Qur’an
pada masa Rosul.
Terdapat
beberapa dalil yang menunjukkan adanya penulisan al-Qur’an pada masa Rasul,
yaitu:
Kemutlakan
lafadz kitab bagi al-Qur’an dalam beberapa ayat al- Qur’an, salah satunya
adalah firman Allah yang termaktub dalam surat al-Baqarah ayat 2: Jadi lafal al Kitab itu menunjukkan bahwa
al-Qur’an itu di tulis.
Penulisan itu adalah sebuah sifat yang melekat
pada al-Qur’an, sebagaimana ditunjukkan oleh firman Allah yang termaktub dalam
surat al-Bayyinah ayat 2-3: Di mana lafal Mushaf tersebut merupakan jama’ dari
lafal shahīfah yang artinya lembaran, sedangkan lembaran adalah tempat untuk
menulis.
Nabi
mempunyai penulis wahyu.
Adanya petunjuk Nabi kepada para penulis
wahyu untuk meletakkan ayat-ayat al-Qur’an pada tempatnya di sebuah surat
b)
Para penulis wahyu
Sebagaimana
di sebutkan pada pembahasan yang sebelumnya bahwa Rasul mempunyai para penulis
wahyu, pada pembahasan kali ini akan di jelaskan tentang nama para penulis
wahyu tersebut. Para ulama berbeda pendapat tentang jumlahnya, sebagian dari
mereka ada yang mengatakan berjumlah 44 penulis wahyu. Namun yang paling
masyhur sebagai penulis wahyu adalah nama-nama di bawah ini:
Abdullah bin Sa’ad. Dia adalah orang pertama
yang menulis al-Qur’an sewaktu rasul berada di Mekkah tapi kemudian syaitan
menyesatkannya sehingga dia menjadi kafir, namun pada akhirnya dia masuk islam
kembali pada peristiwa fathu Makkah dan kembali menulis wahyu .
Usman bin Affan. Beliau adalah khulafā’
al-Rāsyidīn yang ke tiga. Allah telah menetapkan kehendaknya tentang penulisan
dan pengumpulan al-Qur’an pada masa beliau.
Ali bin Abi Thalib, khalifah ke empat.
Ubay bin Ka’ab, Dia adalah penulis wahyu
yang pertama sewaktu Rasulullah berada di madinah, di samping itu, beliau juga
ahli dalam bidang tilāwah.
Zaid bin Sabit. Dia adalah orang yang
paling banyak menulis al-Qur’an, bahkan Imam Bukhāri menjulukinya sebagai
sekretaris Nabi dalam kitab sahīhnya .
Muawiyah bin Abi Sufyan. Dia menjadi
penulis wahyu setelah ayahnya meminta kepada nabi agar Abu Sufyan dijadikan
sebagai penulis wahyu pada waktu peristiwa Fathu makkah .
Mereka
berenam itulah yang menulis al-Qur’an dan meletakkan tulisannya di kamar Nabi,
namun di samping mereka, masih ada sahabat-sahabat yang lain seperti Abu Bakar,
Umar, Ibn Mas’ud dan lain-lainnya, akan tetapi mereka menulis al-Qur’an hanya
untuk mereka sendiri dan bukan atas perintah Rasulullah.
c)
Alat yang dipergunakan untuk menulis wahyu
Para
penulis wahyu menulis al-Qur’an dengan cara dan alat yang sederhana pada waktu
itu, di antara alat yang mereka pergunakan adalah:
1. Potongan kulit
hewan, kain, atau daun. Alat ini adalah alat yang sering dipergunakan oleh
mereka.
2. Al-Aktaf atau
tulang hewan. Menurut Imam as-Suyuti yang dimaksud al-Aktaf adalah tulang unta
dan kambing .
3. Pelepah kurma.
4. Permukaan batu
yang berukuran lebar, sebagaimana ucapan Zaid bin Tsabit
5. Pelana unta .
d)
Sifat penulisan wahyu pada masa Rasulillah
Pada
pembahasan kali ini akan dijelaskan mengenai sifat-sifat penulisan al-Qur’an
pada masa Nabi:
1.
Al-Qur’an telah tertulis secara sempurna sebelum nabi
wafat.
2.
Perintah Rasulullah SAW untuk menulis al-Qur’an masih
bersifat umum dan tidak harus dikumpulkan dalam satu mushaf.
3.
Penulisan al-Qur’an terselesaikan dengan menggunakan
alat yang bermacam-macam
4.
Belum tersusun surat-suratnya.
e)
Faktor-faktor tidak adanya pengumpulan al-Qur’an dalam
satu mushaf pada masa Nabi
Pada
masa Rasullah SAW al-Qur’an tidak dikumpulkan dalam satu mushaf dikarenakan
beberapa faktor :
1.
Turunnya al-Qur’an secara berangsur-angsur.
2.
Urutan ayat al-Qur’an tidak berdasarkan turunnya ayat
tersebut, melainkan berdasarkan apa yang ada di lauh al-mahfūz, jadi seandainya
al-Qur’an disusun sesuai dengan turunnya ayat, maka akan bertentangan dengan
susunan yang ada di lauh al- mahfūz.
3.
Minimnya tenggang waktu antara wafatnya Rasulullah
dengan ayat yang terakhir kali turun, sehingga waktu tersebut tidak mencukupi
untuk mengumpulkan al-Qur’an dalam satu mushaf.
4.
Tidak ada alasan yang kuat untuk mengumpulkan al-Qur’an
dalam satu mushaf seperti faktor yang ada pada masa Abu Bakar.
4. Pengumpulan al-Qur’an pada masa Abu Bakar
a)
Sebab bimbangnya Abu Bakar dalam menerima pendapat Umar
untuk mengumpulkan al-Qur’an.
Abu
Bakar bimbang dalam menerima pendapat Umar untuk mengumpulkan al-Qur’an, karena
beliau beranggapan bahwa pengumpulan al-Qur’an dalam satu mushaf adalah bid’ah
sehingga beliau hawatir akan terjadi sesuatu yang belum pernah dikerjakan oleh
Rasulullah SAW atau diperintahkannya.Namun Sayyidina Umar bin Khattab terus memberi support
dan berharap agar Sayyidina Abu Bakar dapat menerima idenya, dan pada akhirnya
Sayyidina Abu Bakar menerima usulan Umar mengingat pentingnya hal tersebut.
b)
Sebab pengumpulan al-Qur’an pada masa Abu Bakar.
Adanya
pengumpulan al-Qur’an pada masa Abu Bakar di karenakan kehawatiran para sahabat
akan hilangnya al-Qur’an disebabkan syahidnya para uffadz al-Qur’an dalam
perang Yamamah, jadi menghimpun al-Qur’an dalam satu mushaf akan menjaga
al-Qur’an sampai akhir zaman.
c)
Sebab-sebab terpilihnya Zaid bin Tsabit.
Abu
bakar menjelaskan tentang sifat-sifat yang membuatnya memilih Zaid bin Tsabit
sebagai ketua panitia dalam mengumpulkan al-Qur’an sebagamana penjelasan
sebagai berikut :
1.
pemuda yang rajin
2.
Pintar
3.
Tidak fasiq
4.
Salah satu penulis wahyu Rasulullah
Sahabat
yang lain beranggapan bahwa alasan Abu Bakar dan Usman memilihnya sebagai ketua
panitia ialah karena Zaid bin Tsabit memiliki tulisan yang bagus dan dia pernah
membaca al-Qur’an sebanyak dua kali sebelum nabi wafat.
d)
Metode pengumpulan al-Qur’an pada masa Abu Bakar
Sesudah
khalīfah Abu Bakar menerima usulan untuk pengumpulan al-Qur’an, beliau
memerintah Umar dan Zaid bin Tsabit untuk memulai mengumpulkan al-Qur’an dengan
menggunakan dua metode secara bersamaan, yaitu:
1.
Tulisan yang ditulis pada masa nabi
2.
Hafalan para sahabat
e)
Lama waktu pengumpulan al-Qur’an pada masa Abu Bakar
Pengumpulan
al-Qur’an pada masa Abu Bakar menghabiskan waktu sekitar lima belas bulan yang
dimulai setelah perang Yamamah yang terjadi pada akhir tahun ke 11 H atau pada
awal tahun ke 12 H sampai sebelum wafatnya Abu Bakar yaitu bulan ke enam tahun
13 H.
f)
Penamaan al-Qur’an dengan al-Mushaf
Sesudah
Zaid bin Tsabit menyempurnakan pengumpulan al-Qur’an, beliau Menyebutnya dengan
al-Mushaf.
Jadi
Abu Bakarlah yang pertama kali mengumpulkan al-Qur’an dan memberinya nama
dengan mushaf.
5. Pengumpulan al-Qur’an pada masa Usman
a)
Ide untuk mengumpulkan al-Qur’an
Ketika
Usman bin Affan mendengar kabar yang disampaikan oleh Hudzaifah Ibn Yaman,
beliau mengumpulkan sahabat guna bermusyawarah tentang hal tersebut yang
kemudian menghasilkan tiga kesepakatan :
1.
Menyalin mushaf yang pertama
2.
Mengirimkan salinannya kebeberapa daerah
3.
Membakar lembaran-lembaran mushaf yang masih ada di
tangan sahabat.
b)
Sebab pengumpulan al-Qur’an pada masa Usman
Sebab
adanya pengumpulan mushaf pada masa Usman Bin Affan adalah:
3.
Terjadinya perbedaan bacaan dalam al-Qur’an.
4.
Banyaknya lembaran-lembaran al-Qur’an yang ada pada
sahabat.
c)
Metode pengumpulan al-Qur’an pada masa Usman
Setelah
Usman Bin Affan menetapkan niatnya untuk menetapkan al-Qur’an, kemudian beliau
memberikan prosedur pengumpulannya :
1.
Berpijak pada mushaf yang dikumpulkan Zaid bin Tsabit
pada masa Abu Bakar.
2.
Pengawasan langsung oleh Usman Bin Affan.
3.
Panitia penulis al-Qur’an harus merujuk kembali kepada
Usman tentang tata cara penulisannya.
4.
Mengkroscek kembali tulisan mereka kepada para pembesar
sahabat dalam hal cara membacanya lebih-lebih dalam ayat yang banyak cara
bacaannya.
d)
Penyebaran al-Qur’an ke beberapa daerah
Sesudah
penyalinan al-Qur’an terselesaikan, Usman mengembalikan lembaran al-Qur’an yang
asli kepada Sayyidah Hafshah dan memerintahkan untuk mengirimkan
salinan-salinan mushaf ke beberapa daerah supaya dapat menghilangkan perbedaan
bacaan al-Qur’an di antara mereka, dan beliau sendiri menyimpan satu mushaf
yang di sebut “mushaf al Imam”. Mengenai jumlah salinan mushaf, para Ulama
terjadi perberbedaan pendapat:
1.
Menurut al-Jazzari ada 8 mushaf
2.
Menurut al-Dani ada 4 mushaf.
3.
Menurut Ibn Hajar ada 5 mushaf.
Dari
perbedaan tersebut dapat disimpulkan bahwa mayoritas ulama mufakat bahwa
salinan mushaf ada 5 yaitu yang di sebarkan ke Kufah, Bashrah, Syam, Madinah,
dan yang di pegang sendiri oleh Usman. Sedangkan yang masih menjadi perbedaan
adalah Mekkah, Bahrain, dan Yaman.
e)
Pembakaran lembaran-lembaran al-Qur’an yang lain, dan
respon positif sahabat.
Setelah
Usman mengirimkan salinan-salinan mushaf ke beberapa daerah, beliau
memerintahkan untuk membakar lembaran-lembaran mushaf yang masih berada di
tangan para sahabat, dan para sahabatpun memberikan respon positif akan hal itu
termasuk Abdullah Ibn Mas’ud walaupun pada awalnya beliau menolaknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar