BENARKAH TUHAN
ITU ADA??
Assalamu'alaykum Wr. Wb.
Benarkah Tuhan itu ada?
Jawaban atas pertanyaan seperti ini
diperkirakan telah ada dan setua umurnya dengan perkembangan masyarakat itu
sendiri. Betapa tidak, fakta mengatakan kepada kta bahwa manusia dari jaman
kejamannya memilki Naturaliter Religiosa atau instink untuk beragama, dalam kondisi gawat yang mengancam
eksistensinya misalnya terhempas ombak di tengah samudra, sementara pertolongan
hampir mustahil diharapkan, hati manusia akan menyuruh untuk mengharapkan suatu
keajaiban, demikian juga ketika seseorang sedang dihadapkan pada persoalan yang
sulit, sementara pendapat dari manusia lainnya berbeda-beda, ia akan
mengharapkan petunjuk yang jelas yang bisa dipegangnya.
Bila manusia tersebut menemukan
seseorang yang bisa dipercayainya, maka dalam kondisi dilematis ini ia
cenderung merujuk pada tokoh idolanya itu dan secara umum setiap manusia
cenderung mencari sesembahan. Baik sesembahan itu berupa dewa laut, dewa petir,
jimat pusaka atau bahkan pohon-pohon besar tertentu yang dianggap mampu
melindunginya.
Ini semua memberikan gambaran bagi
kita bahwa sejak dulu, manusia sudah mempercayai akan keberadaan alam lain yang
tidak kasat mata dan dapat memberikan pengaruh terhadap dunia manusia yang
nyata. Hanya saja cara dan pemahaman mereka terhadap alam lain itu berbeda satu
dengan yang lain, namun secara umum kita bisa menyimpulkan bahwa manusia
meyakini akan keberadaan Kekuatan yang lebih Berkuasa diatas manusia. Hal ini digambarkan juga oleh Al-Qur’an :
Dan apabila manusia ditimpa bahaya,
dia berdo'a kepada Kami sambil
berbaring, duduk atau berdiri. (QS. Yunus : 12).
Sungguh jika kamu bertanya kepada
mereka : "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?", niscaya mereka
menjawab: "Allah" !. (QS. Az-Zumar :
38).
Pada masa lalu, keterbatasan
pengetahuan yang dimiliki oleh manusia sering membuat mereka cepat lari pada
sesembahan yang mereka yakini; setiap ada fenomena alam yang tak bisa mereka
mengerti misalnya saat ada petir, gerhana matahari atau gempa bumi atas yang
lainnya sebagaimana ilustrasi yang diceritakan oleh Al-Qur’an terhadap pencarian jati diri Tuhan yang dilakukan oleh Nabi
Ibrahim A.S.
Maka ketika malam menjadi gelap dan
ia melihat sebuah bintang, ia berkata: “Apakah ini Tuhanku?” Tetapi ketika bintang itu hilang, ia berkata: “Aku tidak suka kepada yang bisa
menghilang! Saat ia melihat
kemunculan bulan, berkatalah dirinya : “Apakah ini Tuhanku?” Namun ketika bulan itu kembali hilang, dia berseru: “Sungguh, Jika aku tidak dipimpin oleh
Tuhanku, maka pasti aku termasuk dalam kaum yang tersesat.” Saat ia melihat matahari terbit, berkatalah ia : “Inikah Tuhanku? Dia ini lebih besar!” Namun ketika matahari itu terbenam, ia
berkata: “Hai kaumku, sungguh aku berlepas diri dari apa yang telah kamu
persekutukan!. Sungguh aku
hadapkan diriku kepada Yang menjadikan langit dan bumi dengan ikhlas dan aku
tidak termasuk dari orang-orang yang menyekutukan-Nya.” (QS. Al-An’am : 76-79).
Bahkan di zaman Nabi Muhammad
sendiri masih ada orang yang menghubungkan kematian seseorang dengan fenomena
alam seperti saat Ibrahim, salah seorang putera dari Nabi meninggal dunia:
Dari Mughirah bin Syu’bah, katanya: Terjadi gerhana
matahari dimasa Rasulullah Saw, bertepatan dengan hari wafatnya Ibrahim (putera
Nabi). Orang banyak lalu berseru: “Terjadi gerhana karena meninggalnya Ibrahim!” Rasulullah Saw lalu bersabda : “Sesungguhnya gerhana matahari dan
bulan terjadi bukan karena mati atau hidupnya seseorang, jika kamu melihatnya
sholatlah dan berdoalah kepada Tuhan.” (Hadits Riwayat Bukhari).
Secara bertahap kemajuan ilmu
pengetahuan alam kemudian mampu mengungkap cara kerja alam dan sampailah
manusia pada suatu pemikiran, bahwa pasti ada sesuatu yang di belakang itu semua, sesuatu yang berada di belakang dewa petir, dewa laut atau dewa matahari,
sesuatu yang di belakang semua hukum alam,
sesuatu yang disebut Tuhan yang pernah didakwahkan oleh para Nabi.
Tidak terlihatnya Tuhan bukan
berarti Dia tidak ada. Berapa banyak hal yang tidak dapat kita lihat tetapi
benda itu ada. Contoh yang paling sering digunakan adalah udara yang kita hirup
untuk kelangsungan hidup kita, tidak bisa melihatnya tetapi kita bisa
merasakannya, bahkan Ruh yang menjadi esensi kehidupan kita, tidak dapat
terlihat dan tidak bisa dimengerti hakekatnya namun kita yakini keberadaannya.
Contoh lain yang akhir-akhir ini marak diberbagai acara televisi di Indonesia
menyangkut penampakan makhluk halus yang secara lahiriah tidak bisa dilihat
dengan kasat mata tetapi ia ada dan bisa dibuktikan melalui cara-cara tertentu
termasuk misalnya dengan uji nyali.
Memang tidak ada metode ilmiah yang
benar-benar dapat membuktikan eksistensi Tuhan secara mutlak sampai mampu
menggambarkan sosok Tuhan yang sesungguhnya, manusia hanya bisa mengambil
perwujudan Tuhan dalam sosok berhala yang tidak berbeda jauh dengan dirinya
sendiri, ada manusia menggambarkan Tuhan dengan wujud manusia tersalibkan
bernama Yesus, ada juga manusia yang mengambil rupa seorang pangeran Magadha
yang berdiam dibawah pohon pippala bernama Budha, dan bahkan ada yang mengambil
rupa api sebagai wujud Tuhan seperti yang ada pada kerajaan Persi di masa lalu.
Karena itu, Ibnu Arabi, seorang
sufi Andalusia termasyur ± 8 abad yang lalu memahami seluruh alam semesta, termasuk manusia
ini sebagai penampakan diri (tajalli) dari Tuhan dan dengan demikian
segala sesuatu dan segala peristiwa dialam ini adalah entifikasi (wujud
keberadaan) Tuhan.[1]
Sesungguhnya dalam penciptaan
langit langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat
tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (QS. Ali Imran : 190).
¨
Sesungguhnya dalam penciptaan
langit dan bumi silih bergantinya malam dan siang bahtera yang berlayar di laut
membawa apa yang berguna bagi manusia dan apa yang Allah turunkan dari atmosfir
berupa air lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah matinya dan Dia
sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang
diedarkan antara atmosfir dan bumi; sungguh menjadi tanda-tanda bagi kaum yang
memikirkan. (QS. Al-Baqarah : 164).
TUHAN, yang menciptakan langit dan
membentangkannya, yang menghamparkan bumi dengan segala yang tumbuh di atasnya,
yang memberikan nafas kepada umat manusia yang mendudukinya dan nyawa kepada
mereka yang hidup di atasnya. (Perjanjian Lama, Yesaya 42 : 5).
Karena itu juga maka adalah suatu
pengulangan kebodohan umat di masa lalu apabila kita yang sudah mengenal ilmu
pengetahuan dan teknologi komputerisasi ini masih mengambil simbol-simbol
tertentu dari alam semesta dan isinya ini sebagai perwujudan dari Tuhan.
Jangan membuat bagimu patung yang
menyerupai apapun yang ada di langit di atas, atau yang ada di bumi di bawah,
atau yang ada di dalam air di bawah bumi; Jangan sujud menyembah kepadanya atau
beribadah kepadanya. (Perjanjian Lama, Ulangan 5 : 8-9).
[1] Dr. Kautsar Azhari Noer. 1995. Ibn Al-‘Arabi. Wahdat Al-Wujud dalam
Perdebatan. Jakarta: Penerbit Paramadina. Hal. 88-89.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar