MAKALAH
ORIENTASI,
FUNGSI, PRINSIP DAN ASAS
BIMBINGAN
DAN KONSELING
Diajukan
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah “Bimbingan dan Penyuluhan”
Dosen
Pembimbing Djoko Suwijono, S.Pd.
Disusun
Oleh :
Imam
Syafi`i
Muaddin
Zainuddin Akhkam
Nurul
Allam. MS
Syamsul
Arifin
Syahril
Abdillah
SEKOLAH
TINGGI ILMU TARBIYAH
“MIFTAHUL
ULUM”
KEDUNGDUNG
MODUNG BANGKALAN
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah
SWT yang memberi rahmat dan
karunia kepada makhluk-Nya yang berusaha dan bekerja sepenuh hati. Penyusun
menyadari bahwa makalah ini dapat disusun tak lepas dari kemahakuasaan-Nya. Untuk itu sujud penyusun sembahkan untuk-Nya.
Penyusunan makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas makalah “Bimbingan
dan Penyuluhan” dengan judul “Orientasi,
Fungsi, Prinsip dan Asas Bimbingan dan Konseling” ini disadari penulis
bahwa banyak kekurangan dan kelemahan dalam penyajiannya, untuk itu diharapkan
bimbingan, arahan dan perbaikan.
Penulis
mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada Dosen pembimbing mata kuliah “Bimbingan dan Penyuluhan” serta
terima kasih penulis sampaikan pula kepada seluruh teman-teman mahasiswa
seangkatan yang telah ikut berjuang dan saling membantu selama proses
perkuliahan sampai dengan penyusunan makalah ini.
Semoga aktivitas yang kita laksanakan beroleh
karunia dan Ridha dari Allah Tuhan Yang Maha Esa. Amin.
Bangkalan,
15 April 2014
DAFTAR ISI
Kata Pengantar…………………………………………………………………………………….i
Daftar
Isi……………………………………………………………………………………..……ii
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang……………………………………………………….……………………1
B.
Rumusan Masalah…………………………………………………………………………1
C.
Tujuan Masalah……………………………………………………………………………2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Bimbingan dan Konseling…………………………………..…………………3
B. Orientasi Baru Bimbingan dan Konseling…………………………...……………………5
C. Fungsi Bimbingan dan Konseling …………………………………...……………………7
D. Prinsip-Prinsip Bimbingan dan Konseling……………………………...…………………8
E. Asas-Asas Bimbingan dan Konseling……………………………………………………..9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan……………………………………………………………………………...13
B. Saran…………………………………………………………………………………….14
Daftar Pustaka……………………………………………………………………………………15
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara umum, latar belakang perlunya bimbingan
adalah adanya hubungan dengan pencapaian tujuan pendidikan nasional, yaitu
meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia yaitu manusia yang beriman
dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian,
berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggung jawab, mandiri, cerdas dan
terampil serta sehat jasmani dan rohani.
Secara sosio kultural, latar belakang perlunya
proses bimbingan adalah adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
pesat sehingga berdampak di setiap dimensi kehidupan. Hal tersebut semakin
diperparah dengan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi, sementara laju
lapangan pekerjaan relatif menetap.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut kita harus
mengetahui terlebih dahulu “Orientasi, Fungsi, Prinsip dan Asas Bimbingan
Konseling,” dan mengintegrasikan seluruh komponen yang ada dalam
pendidikan.
B.
Rumusan
Masalah
Dari
latar belakang tersebut, dapat ditarik beberapa rumusan masalah yang berkaitan
dengan Layanan Bimbingan Konseling, antara lain:
1.
Apa pengertian
dari Bimbingan dan Konseling itu?
2.
Bagaimana
orientasinya Bimbingan dan Konseling itu?
3.
Apa fungsi dari Bimbingan dan Konseling itu?
4. Apa prinsip-prinsip Bimbingan dan
Konseling itu?
5. Apa asas-asas Bimbingan dan Konseling
itu?
C. Tujuan Masalah
Dari
latar belakang tersebut, dapat ditarik beberapa tujuan masalah yang berkaitan
dengan Layanan Bimbingan Konseling, antara lain:
1.
Mengetahui pengertian
dari Bimbingan dan Konseling.
2.
Mengetahui
bagaimana Orientasinya Bimbingan dan Konseling.
3.
Mengetahiu Fungsi dari Bimbingan dan Konseling.
4.
Mengetahui Prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling.
5.
Mengetahui asas-asas Bimbingan dan Konseling.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Bimbingan dan Konseling
Bimbingan merupakan terjemahan dari “guidance” yang di
dalamnya terkandung beberapa makna. Sertzer & Stone (1966) mengemukakan bahwa: “guidance”
berasal kata “guide” yang mempunyai arti “to direct, pilot, manager,
or steer” (menunjukkan, menentukan, mengatur, atau mengemudikan). Sedangkan
menurut W.S. Winkel (1981) mengemukakan bahwa: “guidance” mempunyai
hubungan dengan “guiding showing a way” (menunjukkan jalan), “leading”
(memimpin), “conducting” (menuntun), “giving instructions”
(memberikan petunjuk), “regulating” (mengatur), “governing”
(mengarahkan) dan “giving advice” (memberikan nasehat).
Penggunaan istilah bimbingan seperti dikemukakan di atas tampaknya proses bimbingan lebih menekankan kepada peranan pihak pembimbing.
Hal ini tentu saja tidak sesuai lagi dengan arah perkembangan dewasa ini, dimana pada saat ini
klien lah yang justru dianggap lebih
memiliki peranan penting dan aktif dalam proses pengambilan keputusan serta bertanggungjawab sepenuhnya terhadap
keputusan yang diambilnya.
Untuk memahami lebih jauh tentang pengertian bimbingan, di bawah
ini dikemukakan pendapat dari beberapa ahli:
1.
Miller (I.
Djumhur dan Moh. Surya, 1975) mengartikan bimbingan sebagai “proses bantuan
terhadap individu untuk mencapai pemahaman diri yang dibutuhkan untuk melakukan
penyesuaian diri secara maksimum di sekolah, keluarga dan masyarakat.”
2.
Peters dan
Shertzer (Sofyan S. Willis, 2004) mendefiniskan bimbingan sebagai: “the process
of helping the individual to understand himself and his world so that he
can utilize his potentialities.”
3.
United States
Office of Education (Arifin, 2003)
memberikan rumusan bahwa: “bimbingan sebagai kegiatan yang terorganisir
untuk memberikan bantuan secara sistematis kepada peserta didik dalam membuat
penyesuaian diri terhadap berbagai
bentuk problema yang dihadapinya, misalnya problema kependidikan,
jabatan, kesehatan, sosial dan pribadi.” Dalam pelaksanaannya, bimbingan harus
mengarahkan kegiatannya agar peserta didik mengetahui tentang diri pribadinya
sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat.
4.
Jones et.al.
(Sofyan S. Willis, 2004) mengemukakan bahwa: “guidance is the help given by one person to another in
making choice and adjusment and in solving problem.”
5.
I. Djumhur dan
Moh. Surya, (1975) berpendapat bahwa: “bimbingan
adalah suatu proses pemberian bantuan yang terus menerus dan sistematis kepada
individu dalam memecahkan masalah yang dihadapinya, agar tercapai kemampuan
untuk dapat memahami dirinya (self
understanding), kemampuan untuk menerima dirinya (self acceptance), kemampuan
untuk mengarahkan dirinya (self direction) dan kemampuan untuk merealisasikan
dirinya (self realization) sesuai dengan potensi atau kemampuannya dalam
mencapai penyesuaian diri dengan lingkungan, baik keluarga, sekolah dan
masyarakat.”
6.
Dalam Peraturan
Pemerintah No. 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah dikemukakan bahwa: “Bimbingan
merupakan bantuan yang diberikan kepada peserta didik dalam rangka menemukan
pribadi, mengenal lingkungan dan merencanakan masa depan.”
7.
Prayitno, dkk.
(2003) mengemukakan bahwa: “bimbingan dan konseling adalah pelayanan bantuan untuk peserta didik,
baik secara perorangan maupun kelompok agar mandiri dan berkembang secara
optimal, dalam bimbingan pribadi, bimbingan sosial, bimbingan belajar, dan
bimbingan karier melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung,
berdasarkan norma-norma yang berlaku.”
Dari beberapa pendapat di atas, tampaknya para ahli masih beragam
dalam memberikan pengertian bimbingan, kendati demikian kita dapat melihat
adanya benang merah, bahwa:
1.
Bimbingan
merupakan upaya untuk memberikan bantuan
kepada individu atau peserta didik.
Bantuan dimaksud adalah bantuan yang bersifat psikologis.
2.
Tercapainya
penyesuaian diri, perkembangan optimal dan kemandirian merupakan tujuan yang ingin dicapai dari
bimbingan.
Dari pendapat Prayitno dkk yang memberikan pengertian bimbingan
disatukan dengan konseling merupakan pengertian formal dan menggambarkan
penyelenggaraan bimbingan dan konseling yang saat ini diterapkan dalam sistem pendidikan nasional.
Keberadaan layanan bimbingan dan konseling dalam sistem pendidikan
di Indonesia dijalani melalui proses yang panjang, sejak kurang lebih 40 tahun
yang lalu. Selama perjalanannya telah
mengalami beberapa kali pergantian istilah, semula disebut Bimbingan dan
Penyuluhan (dalam Kurikulum 84 dan sebelumnya), kemudian pada Kurikulum 1994
dan Kurikulum 2004 berganti nama menjadi Bimbingan dan Konseling. Akhir-akhir
ini para ahli mulai meluncurkan sebutan Profesi Konseling, meski secara formal istilah ini belum digunakan.
Untuk kepentingan penulisan ini, penulis akan menggunakan istilah
Bimbingan dan Konseling sesuai dengan istilah formal yang saat ini dipergunakan
dalam sistem pendidikan nasional.
B.
Orientasi Baru Bimbingan dan Konseling
Pada masa sebelumnya atau mungkin masa sekarang pun, dalam
prakteknya masih ditemukan bahwa penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling
cenderung bersifat klinis-therapeutis atau
menggunakan pendekatan kuratif, yakni
hanya berupaya menangani para peserta didik yang bermasalah saja. Padahal
kenyataan di sekolah jumlah peserta didik
yang bermasalah atau berperilaku menyimpang mungkin hanya satu atau dua
orang saja. Dari 100 orang peserta didik
paling banyak 5 hingga 10 (5% - 10%).
Selebihnya, peserta didik yang tidak memiliki masalah (90% -95%) kerapkali
tidak tersentuh oleh layanan bimbingan dan konseling. Akibatnya, bimbingan dan
konseling memiliki citra buruk dan
sering dipersepsi keliru oleh peserta didik, guru bahkan kepala sekolah. Ada
anggapan bimbingan dan konseling merupakan “polisi
sekolah”, tempat menangkap, merazia, dan menghukum para peserta didik yang
melakukan tindakan indisipliner. Anggapan lain yang keliru bahwa bimbingan dan
konseling sebagai “keranjang sampah”
tempat untuk menampung semua masalah peserta didik, seperti peserta didik yang bolos, terlambat SPP, berkelahi, bodoh, menentang
guru dan sebagainya. Masalah-masalah kecil seperti itu dapat diantisipasi dan
diatasi oleh para guru mata pelajaran atau wali kelas dan tidak perlu
diselesaikan oleh guru pembimbing.
Mengingat keadaan seperti itu, kiranya perlu adanya orientasi baru
bimbingan dan konseling yang bersifat pengembangan (developmental)
dan pencegahan pendekatan (preventif).
Dalam hal ini, Sofyan. S. Willis
(2004) mengemukakan landasan-landasan filosofis dari orientasi baru bimbingan
dan konseling, yaitu:
1.
Pedagogis;
artinya menciptakan kondisi sekolah yang kondusif bagi perkembangan peserta
didik dengan memperhatikan perbedaan individual di antara peserta didik.
2.
Potensial,
artinya setiap peserta didik adalah individu yang memiliki potensi untuk
dikembangkan, sedangkan kelemahannya secara berangsur-angsur akan diatasinya
sendiri.
3.
Humanistik-religius,
artinya pendekatan terhadap peserta didik haruslah manusiawi dengan landasan
ketuhanan. peserta didik sebagai manusia dianggap sanggup mengembangkan diri
dan potensinya.
4.
Profesional,
yaitu proses bimbingan dan konseling harus dilakukan secara profesional atas
dasar filosofis, teoritis, yang berpengetahuan dan berketerampilan berbagi
teknik bimbingan dan konseling.
Dengan adanya orientasi baru ini,
bukan berarti upaya-upaya bimbingan dan konseling yang bersifat klinis
ditiadakan, tetapi upaya pemberian layanan bimbingan dan konseling lebih
dikedepankan dan diutamakan yang bersifat pengembangan dan pencegahan. Dengan
demikian, kehadiran bimbingan dan konseling di sekolah akan dapat dirasakan
manfaatnya oleh seluruh peserta didik, tidak hanya bagi peserta didik yang
bermasalah saja.
C.
Fungsi Bimbingan dan Konseling
Dengan orientasi Bimbingan dan konseling terdapat beberapa fungsi yang hendak dipenuhi
melalui pelaksanaan kegiatan bimbingan dan konseling; yaitu:
1.
Pemahaman; menghasilkan pemahaman pihak-pihak tertentu untuk pengembangan dan
pemacahan masalah peserta didik.
a.
Pemahaman diri dan kondisi peserta didik, orang
tua, guru pembimbing.
b.
Lingkungan peserta didik termasuk di dalamnya
lingkungan sekolah; dan keluarga peserta didik dan orang tua; lingkungan yang
lebih luas, informasi pendidikan, jabatan/pekerjaan, dan sosial budaya/terutama
nilai-nilai oleh peserta didik.
2.
Pencegahan; menghasilkan tercegahnya atau terhindarnya peserta didik dari berbagai
permasalahan yang timbul dan menghambat proses perkembangannya.
3.
Pengentasan; menghasilkan terentaskannya atau teratasinya berbagai permasalahan
yang dialami peserta didik.
4.
Advokasi; menghasilkan kondisi pembelaaan terhadap pengingkaran atas hak-hak dan/atau kepentingan pendidikan.
5.
Pemeliharaan dan
pengembangan; terpelihara
dan terkembangkannya berbagai potensi dan kondisi positif peserta didik
dalam rangka perkembangan dirinya secara mantap dan berkelanjutan.
D.
Prinsip-Prinsip Bimbingan dan Konseling
Sejumlah prinsip mendasari gerak langkah penyelenggaraan kegiatan
bimbingan dan konseling. Prinsip-prinsip ini berkaitan dengan tujuan, sasaran
layanan, jenis layanan dan kegiatan pendukung, serta berbagai aspek
operasionalisasi pelayanan bimbingan dan konseling. Prinsip-prinsip tersebut adalah:
1.
Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan sasaran
layanan.
a.
Melayani semua individu tanpa memandang usia,
jenis kelamin, suku, agama dan status social.
b.
Memperhatikan tahapan perkembangan.
c.
Perhatian adanya perbedaan individu dalam
layanan.
2.
Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan permasalahan
yang dialami individu.
a.
Menyangkut pengaruh kondisi mental maupun fisik
individu terhadap penyesuaian pengaruh lingkungan, baik di rumah, sekolah dan
masyarakat sekitar.
b.
Timbulnya masalah pada individu oleh karena
adanya kesenjangan sosial, ekonomi dan budaya.
3.
Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan program
pelayanan Bimbingan dan Konseling.
a.
Bimbingan dan konseling bagian integral dari
pendidikan dan pengembangan individu, sehingga program bimbingan dan konseling
diselaraskan dengan program pendidikan dan pengembangan diri peserta didik.
b.
Program bimbingan dan konseling harus fleksibel
dan disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik maupun lingkungan.
c.
Program bimbingan dan konseling disusun dengan
mempertimbangkan adanya tahap perkembangan individu.
d.
Program pelayanan bimbingan dan konseling perlu
diadakan penilaian hasil layanan.
4.
Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan tujuan dan
pelaksanaan pelayanan.
a.
Diarahkan
untuk pengembangan individu yang akhirnya mampu secara mandiri
membimbing diri sendiri.
b.
Pengambilan keputusan yang diambil oleh klien
hendaknya atas kemauan diri sendiri.
c.
Permaslahan individu dilayani oleh tenaga
ahli/profesional yang relevan dengan permasalahan individu
d.
Perlu adanya kerja sama dengan personil sekolah
dan orang tua dan bila perlu dengan pihak lain yang berkewenangan dengan
permasalahan individu.
e.
Proses pelayanan bimbingan dan konseling
melibatkan individu yang telah memperoleh hasil pengukuran dan penilaian
layanan.
E.
Asas-Asas Bimbingan dan Konseling
Penyelenggaraan layanan dan kegiatan
pendukung bimbingan dan konseling selain dimuati oleh fungsi dan didasarkan
pada prinsip-prinsip tertentu, juga dituntut untuk memenuhi sejumlah asas
bimbingan. Pemenuhan asas-asas bimbingan itu akan memperlancar pelaksanaan dan
lebih menjamin keberhasilan layanan/kegiatan, sedangkan pengingkarannya akan
dapat menghambat atau bahkan menggagalkan pelaksanaan, serta mengurangi atau
mengaburkan hasil layanan/kegiatan
bimbingan dan konseling itu sendiri.
Betapa
pentingnya asas-asas bimbingan konseling ini sehingga dikatakan sebagai jiwa
dan nafas dari seluruh kehidupan layanan bimbingan dan konseling. Apabila
asas-asas ini tidak dijalankan dengan
baik, maka penyelenggaraan bimbingan dan konseling akan berjalan
tersendat-sendat atau bahkan terhenti
sama sekali.
Asas-asas
bimbingan dan konseling tersebut adalah:
1.
Asas Kerahasiaan
(confidential); yaitu asas
yang menuntut dirahasiakannya segenap data dan keterangan peserta
didik (klien) yang menjadi sasaran
layanan, yaitu data atau keterangan yang tidak boleh dan tidak layak diketahui
orang lain.
Dalam hal ini, guru pembimbing (konselor) berkewajiban
memelihara dan menjaga semua data dan keterangan itu sehingga kerahasiaanya
benar-benar terjamin.
2.
Asas Kesukarelaan; yaitu asas yang menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan peserta didik
(klien) mengikuti/ menjalani layanan/kegiatan yang diperuntukkan baginya. Guru
Pembimbing (konselor) berkewajiban membina dan mengembangkan kesukarelaan
seperti itu.
3.
Asas Keterbukaan; yaitu asas yang menghendaki agar peserta didik (klien) yang menjadi sasaran layanan/kegiatan
bersikap terbuka dan tidak berpura-pura, baik dalam memberikan keterangan
tentang dirinya sendiri maupun dalam menerima berbagai informasi dan materi
dari luar yang berguna bagi pengembangan dirinya. Guru pembimbing (konselor)
berkewajiban mengembangkan keterbukaan peserta didik (klien). Agar peserta
didik (klien) mau terbuka, guru
pembimbing (konselor) terlebih dahulu bersikap terbuka dan tidak
berpura-pura. Asas keterbukaan ini bertalian erat dengan asas kerahasiaan
dan dan kekarelaan.
4.
Asas Kegiatan; yaitu asas yang menghendaki agar peserta didik (klien) yang menjadi
sasaran layanan dapat berpartisipasi aktif di dalam penyelenggaraan/kegiatan
bimbingan. Guru Pembimbing (konselor) perlu mendorong dan memotivasi peserta
didik untuk dapat aktif dalam setiap layanan/kegiatan yang diberikan kepadanya.
5.
Asas Kemandirian; yaitu asas yang menunjukkan pada tujuan umum bimbingan dan konseling;
yaitu peserta didik (klien) sebagai sasaran layanan/kegiatan bimbingan dan konseling diharapkan menjadi
individu-individu yang mandiri, dengan ciri-ciri mengenal diri sendiri dan lingkungannya,
mampu mengambil keputusan, mengarahkan, serta mewujudkan diri sendiri. Guru
Pembimbing (konselor) hendaknya mampu
mengarahkan segenap layanan bimbingan dan konseling bagi berkembangnya
kemandirian peserta didik.
6.
Asas Kekinian; yaitu asas yang menghendaki agar obyek sasaran layanan bimbingan dan
konseling yakni: permasalahan yang dihadapi peserta didik/klien dalam kondisi sekarang.
Kondisi masa lampau dan masa depan dilihat sebagai dampak dan memiliki
keterkaitan dengan apa yang ada dan diperbuat peserta didik (klien) pada saat sekarang.
7.
Asas Kedinamisan; yaitu asas yang menghendaki agar isi layanan terhadap sasaran layanan
(peserta didik/klien) hendaknya selalu bergerak maju, tidak monoton, dan terus
berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap
perkembangannya dari waktu ke waktu.
8.
Asas Keterpaduan; yaitu asas yang menghendaki agar berbagai layanan dan kegiatan
bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh guru pembimbing maupun pihak
lain, saling menunjang, harmonis dan terpadukan. Dalam hal ini, kerja sama dan
koordinasi dengan berbagai pihak yang
terkait dengan bimbingan dan konseling menjadi amat penting dan harus
dilaksanakan sebaik-baiknya.
9.
Asas Kenormatifan; yaitu asas yang menghendaki agar segenap layanan dan kegiatan
bimbingan dan konseling didasarkan pada norma-norma, baik norma agama, hukum,
peraturan, adat istiadat, ilmu pengetahuan,
dan kebiasaan-kebiasaan yang berlaku. Bahkan lebih jauh lagi, melalui
segenap layanan/kegiatan bimbingan dan
konseling ini harus dapat meningkatkan kemampuan peserta didik (klien) dalam
memahami, menghayati dan mengamalkan norma-norma tersebut.
10.
Asas Keahlian; yaitu asas yang menghendaki agar layanan dan kegiatan bimbingan dan
konseling diselnggarakan atas dasar kaidah-kaidah profesional. Dalam hal ini, para pelaksana layanan dan
kegiatan bimbingan dan konseling lainnya hendaknya tenaga yang benar-benar ahli
dalam bimbingan dan konseling. Profesionalitas guru pembimbing (konselor) harus
terwujud baik dalam penyelenggaraaan jenis-jenis layanan dan kegiatan bimbingan
dan konseling dan dalam penegakan kode
etik bimbingan dan konseling.
11. Asas Alih Tangan Kasus; yaitu asas yang menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu
menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas atas
suatu permasalahan peserta didik (klien) kiranya dapat mengalih-tangankan kepada
pihak yang lebih ahli. Guru pembimbing (konselor) dapat menerima alih
tangan kasus dari orang tua, guru-guru
lain, atau ahli lain. Demikian pula, sebaliknya guru pembimbing (konselor), dapat mengalih-tangankan kasus kepada pihak
yang lebih kompeten, baik yang berada di dalam lembaga sekolah maupun di luar
sekolah.
12.
Asas Tut Wuri
Handayani; yaitu asas yang menghendaki agar pelayanan bimbingan dan
konseling secara keseluruhan dapat menciptakan suasana mengayomi (memberikan
rasa aman), mengembangkan keteladanan, dan memberikan rangsangan dan dorongan,
serta kesempatan yang seluas-luasnya
kepada peserta didik (klien) untuk maju.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa:
1.
Pengertian
Bimbingan dan Konseling
Bimbingan merupakan terjemahan dari “guidance” yang di
dalamnya terkandung beberapa makna. Sertzer & Stone (1966) mengemukakan bahwa: “guidance”
berasal kata “guide” yang mempunyai arti “to direct, pilot, manager,
or steer” (menunjukkan, menentukan, mengatur, atau mengemudikan). Sedangkan
menurut W.S. Winkel (1981) mengemukakan bahwa: “guidance” mempunyai
hubungan dengan “guiding showing a way” (menunjukkan jalan), “leading”
(memimpin), “conducting” (menuntun), “giving instructions”
(memberikan petunjuk), “regulating” (mengatur), “governing”
(mengarahkan) dan “giving advice” (memberikan nasehat).
2.
Orientasi baru
bimbingan dan konseling.
a.
Pedagogis.
b.
Potensial.
c.
Humanistik-religius.
d.
Profesional.
3.
Fungsi dari
Bimbingan dan Konseling.
a.
Pemahaman.
b.
Pencegahan.
c.
Pengentasan.
d.
Advokasi.
e.
Pemeliharaan
dan pengembangan.
4.
Prinsip-prinsip
dari Bimbingan dan Konseling.
a.
Prinsip-prinsip
yang berkenaan dengan sasaran layanan.
b.
Prinsip-prinsip
yang berkenaan dengan permasalahan yang dialami individu.
c.
Prinsip-prinsip
yang berkenaan dengan program pelayanan Bimbingan dan Konseling.
d.
Prinsip-prinsip
yang berkenaan dengan tujuan dan pelaksanaan pelayanan.
5. Asas-Asas Bimbingan dan Konseling.
a. Asas Kerahasiaan (confidential).
b. Asas Kesukarelaan.
c. Asas Keterbukaan.
d. Asas Kegiatan.
e. Asas Kemandirian
f. Asas Kekinian.
g. Asas Kedinamisan.
h. Asas Keterpaduan.
i.
Asas
Kenormatifan.
j.
Asas Keahlian.
k. Asas Alih Tangan Kasus.
l.
Asas Tut Wuri
Handayani.
B.
Saran
Penulis menyadari bahwa makalah yang disusun
ini masih terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu keritik, saran, dan
masukan yang sifatnya membangun sangatlah kami harapkan untuk baiknya makalah
ini ke depannya.
DAFTAR PUSTAKA
Chaplin, J.P.
(terj. Kartini Kartono). 2005. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: P.T.
Raja Grafindo Persada.
Depdiknas. 2004. Dasar Standarisasi Profesi Konseling. Jakarta: Bagian Proyek
Peningkatan Tenaga Akdemik Dirjen Dikti.
Gendler, Margaret E.1992. Learning & Instruction; Theory Into Practice. New York: McMillan Publishing.
S. Hall, Calvin
& Lidzey, Gardner (editor A. Supratiknya). 2005. Teori-Teori Psiko
Dinamik (Klinis). Jakarta: Kanisius.
Sudrajat, Akhmad. 1986. Hubungan Pemenuhan Kebutuhan Harga Diri
Siswa oleh Orang Tua dengan Prilaku Sosial Siswa di Sekolah (Skripsi).
Bandung: PPB-FIP IKIP.
Surya, Moh. 1975. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah (Guidance & Counseling).
Bandung: CV Ilmu.
Surya, Moh. 1997. Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran. Bandung: PPB-IKIP Bandung.
Prayitno, dkk. 2004. Pedoman Khusus Bimbingan
dan Konseling, Jakarta: Depdiknas.
Willis, Sofyan S.
2004. Konseling Individual; Teori
dan Praktek. Bandung: Alfabeta.
Winkel, W.S. 1982. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah Menengah.
Jakarta: Gramedia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar