BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Mengkaji aliran-aliran ilmu kalam
pada dasarnya merupakan upaya memahami kerangka berpikir dan peroses
pengambilan keputusan para ulama aliran teologi dalam menyelesaikan
persoalan-persoalan kalam. Yang memiliki dua metode yaitu metode rasional
yang memiliki perinsif-perinsif yaitu hanya terkait pada dogma-dogma yang
dengan jelas disebut dalam Al-qur’an dan hadis nabi yaitu hadis qath’i dan
memberikan kebebasan kepada manusia dalam berbuat dan berkehendak serta
memberikan daya yang kuat pada akal.
Adapun metode berpikir tradisional
berpikir memiliki perinsif-perinsif yaitu: Terkait pada dogma-dogma dan ayat-ayat
yang mengandung arti zhanni, tidak memberikan kebebesan kepada manusia dalam
berkehendak dan berbuat, yang memberikan daya yang kecil pada akal.
Menurut Harun Nasution kemunculan
persoalan kalam dipicu oleh persoalan kalam dipicu oleh persoalan politik yang
menyangkut peristiwa penbunuhan Utsman bin Affan, yang terbentuk dalam
penolakan Mu’awiyah atas kekhalifaan Ali bin Abi Thalib. Persoalan ini telah
menimbukan 3 aliran teologi dalam islam; yaitu:
1. Aliran
khawarij
Aliran ini berpendapat atau
menegaskan bahwa orang yang berdosa besar atau kafir dalam arti telah keluar
dari islam maka wajib dibunuh.
2. Aliran
murji’ah
Aliran ini menegaskan bahwa orang
yang berbuat dosa besar masih tetap mu’min dan bukan kafir, adapun dosa yang
dilakukannya, hal itu terserah kepada Allah untuk mengampuni atau menghukumnya.
3. Aliran
mu’tazilah
Aliran ini menegaskan bahwa tidak
menerima kedua pendapat kahawarij dan murji’ah, karena bagi mereka orang yang
berdosa bukan kafir tetapi bukan pula mu’min.
B. Rumusan
masalah
1.
Seperti apakah kerangka
berpikir aliran-aliran ilmu kalam ?
2.
Apakah latar belakang perbedaan
pendapat dalam islam ?
3.
Bagaimanakah persoalan-persoalan
kalam?
C. Tujuan
1.
Untuk mengetahui kerangka
berpikir aliran-aliran ilmu kalam.
2.
Untuk mengetahui latar belakang
perbedaan pendapat dalam islam.
3.
Untuk mengetahui persoalan-persoalan
ilmu kalam
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kerangka
Berpikir Aliran-Aliran Ilmu Kalam
Sebelum kita membahas tentang
kerangka berpikir ilmu kalam, kita harus memahami apa depenisi dari ilmu kalam
itu sendiri. Ilmu kalam biasa disebut dengan beberapa nama; yaitu:
1. Ilmu
ushuludin
2. Ilmu
tauhid
3. Fiqih
ak-bar
4. Teologi
islam
Jadi
dapat disimpulkan bahwa Ilmu kalam adalah ilmu yang membahas berbagai masalah
ke-Tuhanan dengan menggunakan argomentasi logika atau filsafat secara teoritis.
Sebagaimana sumber ilmu kalam (Al-Qur’an) banyak menyinggung hal-hal
yang berkaitan dengan masalah ke-Tuhanan; seperti:
1. Q.S
Al Ikhlas (112) ayat 3-4
Ayat ini menunjukan bahwa Tuhan
tidak beranak dan tidak diperanakan, serta tidak ada sesuatupun didunia ini
yang tanpak sekutu baginya.
2. Q.S
Asy-Syura (42) ayat 7
Ayat ini menunjukan bahwa Tuhan
tidak menyerupai apapun didunia ini. Ia maha mendengar dan maha
mengetahui.
3. Q.S
Ali-Imron (3) ayat 84-85
Ayat ini menunjukan bahwa Tuhanlah
yang menurunkan petunjuk jalan kepada para nabi.
Ayat-ayat diatas berkaitan dengan
dzat, sifat, asma, perbuatan,tuntunan, dan hal – hal lain yang berkaitan dengan
ekstensi Tuhan, yaitu pembicaraan tentang hal-hal yang berkaitan dengan ke-Tuhanan
itu disistimatiskan yang pada giliranhnya menjadi sebuah ilmu yang dikenal
dengan istilah ilmu kalam.
B. Latar
Belakang Perbedaan Pendapat dalam Islam
Latar belakang ilmu kalam
muncul karena disebabkan oleh dua factor; yaitu:
1. Faktor
internal yang menyebabkan timbulnya ilmu kalam karena masalah-masalah
politik karena akal pikiran mereka mulai memfilsafatkan agama, dan karena
Al-Qur’an itu tidak hanya sebagai seruan dakwah.
2. Faktor
eksternal yang menyebabkan timbulnya ilmu kalam karena kebanyakan orang-orang
memeluk agama islam sesuda kemenangannya, karena golongan islam yang terdahulu
terutama mu’tazilah lebih mementingkan atau memusatkan perhatian untuk dakwah
islamiyah dan membantah orang orang yang membanta alasan orang-orang yang
memusuhi islam.
Mengkaji
aliran-aliran ilmu kalam pada dasarnya merupakan upaya memahami kerangka berfikir
dan peroses pengambilan keputusan para ulama aliran teologi dalam menyelesaikan
persoalan-persoalan kalam.
Adapun
perbedaan metode berfikir secara garis besar dapat dikategoikan menjadi dua
macam yaitu kerangka berpikir tradisional metode tradisional dan berpikir
rasional .
Metode rasioal memiliki perinsif-perinsif sebagai berikut:
1. Hanya
terkait pada dogma – dogma yang dengan jelas disebut dalam Al-qur’an dan hadis
nabi yaitu hadis qath’i.
2. Memberikan
kebebasan kepada manusia dalam berbuat dan berkehendak serta memberikan daya
yang kuat pada akal.
Adapun metode berpikir tradisional memiliki perinsif-perinsif
yaitu:
1. Terkait
pada dogma-dogma dan ayat-ayat yang mengandung arti zhanni.
2. Tidak
memberikan kebebesan kepada manusia dalam berkehendak dan berbuat.
3. Memberikan
daya yang kecil pada akal.
Adapun kerangka berfikir dan para aliran teologi, yaitu:
1. Aliran
antroposentris
Aliran ini
menganggap bahwa hakikat realitas transenden bersifat intracosmos dan
impersonal yang berhubungan erat dengan masyarkat cosmos baik yang natural
maupun yang supernatural dengan demikian manusia harus mampu menghapus,
keperibadian kemanusiannya. Untuk meraih kemerdekaan lilitan natural.
2. Teologi
teosentris
Aliran ini
mengagap bahwa hakikat realitas transenden bersifat supercosmos personal dan
ketuhanan. Kadang kala manusia teoritis untuk manusia yang statis sering kali
terjebak dalam kepasraan mutlak kepada Tuhan sikaf kepasraan menjadikan
penguasa mutlak yang tidak dapat diganggu gugat.
Aliran
tioritis menggap bahwa daya yang menjadi potinsi perbuatan baik atau jahad
manusia bisa datang sewaktu dari Tuhan, bahkan manusia dapat dikatakan tidak
mempunyai daya sama sekali terhadap segala perbuatannya aliran teologi
tergolong dalam kategori Jabariayah.
3. Aliran
konvergensi/sentesis
Aliran ini
menganggap bahwa hakekat realitas terensinden bersifat super sekaligus
intracosmos dan sifat lain yang dikotomik. Aliran konvergensi memandang bahwa
pada dasarnya, segala sesuatu itu selalu berada dalam ambigu ( serba ganda )
baik substansional maupun formal. Substansi atau sesuatu mempunyai nilai-nilai batinyah, hawiyah, dan
enternal. Aliran ini berkaitan bahwa hakikat daya manusia merupakan
proses kerjasama antara daya yang transendental (Tuhan) dalam bentuk
kebijakan dan daya temporal ( manusia ) dalam bentuk teknis. Kesimpulannya, aliran ini berpendapat bahwa
kehendak manusia yang perofan selalu berdampingan dengan Tuhan yang sakral dan
menyatu dalam daya manusia. Aliran yang dapat di masukan kedalam kategori ini
adalah asy’ariyah.
4. Aliran
Nihilis
Aliran ini
menganggap bahwa hakikat realitas transendental hanyalah ilus. Aliran ini pun
menolak Tuhan yang mutlak, tetapi menerima berbagai variasi Tuhan cosmos.
Manusia hanyalah bintik kecil dari aktivitas mekanisme dalam suatu masyarakat
yang serbah kebetulan.
C. Persoalan-Persoalan
Kalam
Menurut Harun Nasution munculnya
persoalan kalam dipicu oleh persoalan politik yang menyangkut peristiwa pembunuhan
Utsman bin Affan yang terbentuk dalam penolakan Mu’awiyah atas kekhalifaan Ali
bin Abi Thalib.
Persoalan ini telah menimbukan 3
aliran teologi dalam islam; yaitu:
1.
Alira khawarij
Aliran ini
menegaskan bahwa orang yang berdosa besar atau kafir dalam arti telah keluar
dari islam maka wajib dibunuh.
2. Aliran
murji’ah
Aliran ini
menegaskan bahwa orang yang berbuat dosa besar masih tetap mu’min dan bukan
kafir, adapun dosa yang dilakukannya, hal itu terserah kepada Allah untuk
mengampuni atau menghukumnya.
3. Aliran
mu’tazilah
Aliran ini
menegaskan bahwa tidak menerima kedua pendapat kahawarij dan murji’ah, karena
bagi mereka orang yang berdosa bukan kafir tetapi bukan pula mu’min. Mereka
mengambil antara mu’min dan kafir, yang dalam bahasa arabnya dikenal dengan
istilah Al- Manzilah Manzilatan ( posisi diantara 2 posisi.
Dalam
islam timbul pula dua aliran dalam teologi yang terkenal dengan nama "Qadariyah
dan Jabariyah." Menurut Qadariyah manusia mempunyai kemerdekaan dalam
kehendak dan perbuatannya. Adapun jabariah adalah bahwa manusia tidak mempunyai
kemerdekaan dalam kehendak dan perbuatannya.
Aliran-aliran
khawarij, murji’ah, dan mu’tazilah tak mempunyai wujud lagi, kecuali dalam
sejarah. Adapun yang masih ada sampai sekarang adalah aliran asy’ariyah dan ma'turidiyah
yang keduanya disebut “Ahluussunnah Wal Jam’ah.“
Hubungan
Ilmu Kalam Dengan Filsafat Islam Banyak para ahli yang berpendapat bahwa ilmu
kalam dan filsafat Islam memiliki hubungan karena pada dasarnya ilmu kalam
adalah ilmu ketuhanan dan keagamaan. Sedangkan filsafat Islam adalah pembuktian
intelektual. Seperti halnya Dr. Fuad Al-Ahwani dalam bukunya filsafat Islam
tidak setuju kalau sama dengan ilmu kalam. Karena ilmu kalam dasarnya adalah
keagamaan atau ilmu agama. Sedangkan filsafat merupakan pembuktian intelektual.
Obyek pembahasannya bagi ilmu kalam berdasar pada Allah swt. Dan sifat-sifatnya
serta hubungannya dengan alam dan manusia yang berada di bawah syari’at-Nya.
Obyek filsafat adalah alam dan manusia serta pemikiran tentang prinsip wujud
dan sebab-sebabnya. Seperti filosuf Aristoteles yang dapat membuktikan tentang
sebab pertama yaitu Allah. Tetapi ada juga yang mengingkari adanya wujud Allah
swt. Sebagaimana aliran materialisme. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwasanya ilmu kalam dan filsafat tidak memiliki hubungan karena obyek kajiannya
berbeda. Kalam obyek kajiannya lebih mendasar pada ketuhanan sedangkan filsafat
Islam objek kajiannya tentang alam manusia yang berada pada syari’atnya.
D. Hubungan
Tasawuf Dengan Ilmu Kalam
Ilmu
kalam adalah disiplin ilmu ke-Islaman yang banyak mengedepankan pembicaraan
tentang persoalan-persoalan kalam Tuhan. Persoalan-persoalan kalam ini biasanya
mengarah sampai pada perbincangan yang mendalam dengan dasar- dasar
argumentasi, baik rasional (aqliyah) maupun naqliyah.
Argumentasi
yang dimaksudkan adalah landasan pemahaman yang cenderung menggunakan metode
berpikir filosofis, sedangkan argumentasi naqliyah biasanya bertendensi pada
argumentasi berupa dalil-dalil Al-Qur’an dan hadits. Pembicaraan materi-materi
yang tercakup dalam ilmu kalam terkesan tidak menyentuh rasa rohaniah. Sebagai
contoh ilmu kalam menerangkan bahwa Allah bersifat Sama’, Bashar, Kalam,
Iradah, Qudrah, Hayat, dan sebagainya. Namun, ilmu kalam tidak menjelaskan
bagaimana seorang hamba dapat merasakan langsung bahwa Allah mendengar dan
melihatnya, bagaimana pula perasaan hati seseorang ketika membaca Al-Qur’an,
bagaimana seseorang merasa bahwa segala sesuatu yang tercipta merupakan
pengaruh dari kekuasaan Allah ? Pernyataan-pernyataan diatas sulit terjawab
hanya dengan berlandaskan pada ilmu kalam.
Biasanya yang membicarakan penghayatan sampai
pada penanaman kejiwaan manusia adalah ilmu Tasawuf. Disiplin inilah yang
membahas bagaimana merasakan nilai-nilai akidah dengan memperhatikan
bahwa persoalan bagaimana merasakan tidak saja termasuk dalam lingkup hal yang
diwajibkan. Pada ilmu kalam ditemukan pembahasan iman dan definisinya,
kekufuran dan manifestasinya, serta kemunafikan dan batasannya. Sementara pada
ilmu tasawuf ditemukan pembahasan jalan atau metode praktis untuk merasakan
keyakinan dan ketentraman.
Sebagaimana
dijelaskan juga tentang menyelamatkan diri dari kemunafikan. Semua itu tidak
cukup hanya diketahui batasan-batasannya oleh seseorang. Sebab terkadang
seseorang sudah tahu batasan-batasan kemunafikan, tetapi tetap saja
melaksanakannya.
Dalam
kaitannya dengan ilmu kalam, ilmu Tasawuf mempunyai fungsi sebagai berikut:
1.
Sebagai pemberi wawasan spiritual
dalam pemahaman kalam.
2.
Penghayatan yang mendalam lewat hati
terhadap ilmu kalam menjadikan ilmu ini lebih terhayati atau teraplikasikan
dalam perilaku.
Dengan
demikian, ilmu Tasawuf merupakan penyempurna ilmu kalam, berfungsi sebagai
pengendali ilmu Tasawuf. Oleh karena itu, jika timbul suatu aliran yang
bertentangan dengan akidah, atau lahir suatu kepercayaan baru yang bertentangan
dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah, hal itu merupakan penyimpangan atau
penyelewengan. Jika bertentangan atau tidak pernah diriwayatkan dalam Al-Qur’an
dan As-Sunnah, atau belum pernah diriwayatkan oleh ulama-ulama salaf, hal itu
harus ditolak.
Berfungsi
sebagai pemberi kesadaran rohaniah dalam perdebatan-perdebatan kalam, sebagaimana
disebutkan bahwa ilmu kalam dalam dunia Islam cenderung menjadi sebuah ilmu
yang mengandung muatan rasional disamping muatan naqliyah, ilmu kalam dapat
bergerak kearah yang lebih bebas. Disinilah ilmu Tasawuf berfungsi memberi
muatan rohaniah sehingga ilmu kalam terkesan sebagai dialektika keIslaman
belaka, yang kering dari kesadaran penghayatan atau sentuhan hati. Andaikata
manusia sadar bahwa Allahlah yang memberi, niscaya rasa hasud dan dengki akan
sirna, kalau saja dia tahu kedudukan penghambaan diri, niscaya tidak akan ada
rasa sombong dan membanggakan diri. Kalau saja manusia sadar bahwa Allahlah
pencipta segala sesuatu, niscaya tidak akan ada sifat ujub dan riya. Dari
sinilah dapat dilihat bahwa ilmu tauhid merupakan jenjang pertama dalam
Pendakian
menuju Allah (pendakian para kaum sufi). Dalam ilmu Tasawuf, semuapersoalan
yang berada dalam kajian ilmu kalam terasa lebih bermakna, tidak kaku,tetapi
akan lebih dinamis dan aplikatif.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapat
disimpulkan bahwa ilmu yang berkaitan dengan dzat, sifat, asma,
perbuatan,tuntunan, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan ekstensi Tuhan, yaitu
pembicaraan tentang hal-hal yang berkaitan dengan ke-Tuhanan itu disistematiskan
yang pada giliranhnya menjadi sebuah ilmu yang dikenal dengan istilah ilmu
kalam.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah yang
disusun ini masih terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu keritik, saran,
dan masukan yang sifatnya membangun sangatlah kami harapkan untuk baiknya
makalah ini ke depannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar