MAKALAH
TASHRIF FI’IL MADLI DAN I’RABNYA
Diajukan Untuk
Memenuhi Tugas Mata Kuliah Bahasa Arab
Dosen
Pembimbing : Moh. Ayyub Mustofa, MA.

Disusun Oleh :
Siti Rahmah
Siti Rohmah
Siti Rif’atun Hasanah
Syahlatul Qawiyah
Syahril Abdillah
Syakroni
SEKOLAH TINGGI ILMU
TARBIYAH
“MIFTAHUL ULUM”
KEDUNGDUNG MODUNG BANGKALAN
2014
PEMBAHASAN
TASHRIF FI’IL MADLI DAN I’RABNYA
A.
Pengertian
Tashrif, Fi’il Madli dan I’rab
Adapun pengertiannya sebagai berikut:
1.
Pengertian
Tashrif
اِعْلَمْ
اَََنَّ التَّصْرِيْفَ فِي اللُّغَةِ التَّغْيِيْرُ وَفِي الصَّنَاعَةِ تَحْوِيْلُ
اْلأَصْلِ الْوَاحِدِ إِلَى أَمْثِلَةٍ مُخْتَلِفَةٍ لِمَعَانٍ مَقْصُوْدَةٍ لاَ
تَحْصُلُ اِلاَّ بِهَا
Ketahuilah, bahwa yang dinamakan Tashrif menurut bahasa:
Perubahan dan menurut Istilah: mengubah asal bentuk kalimat yang satu kepada
model-model bentuk yang berbeda-beda, untuk menghasilkan makna-makna yang
diharapkan/yang dimaksud/yang dituju, yang tidak akan berhasil melainkan dengan
cara itu (model model bentuk tersebut).[1]
a.
Tashrif Lughawi
Tashrif lughawi adalah berubah
atau mengubah dari bentuk aslinya kepada bentuk yang lain.
Contoh:
فعل فعلا فعلوا
b.
Tashrif
Istilahi
Tashrif istilahi adalah berubahnya bentuk asal dari fi’il madhi ke bentuk fi’il mudhore’, mashdar dan seterusnya.
Contoh: فعل يفعل
فعلا
Adapun tujuannya yaitu
untuk mengetahui bentuk (shighot) dari suatu kalimat agar memperoleh
makna atau arti yang berbeda. Yang diikuti adalah wazan (timbangan) dan
yang mengikuti adalah mauzun (yang ditimbang).
Contoh: فعل = wazan
نصر = mauzun
Keterangan:
ن = fa’ fi’il
ص = ‘ain
fi’il
ر = lam fi’il
Dengan demikian ilmu yang
mempelajari berbagai macam betuk perubahan kata, asal usul kata atau keadaannya
dinamakan Ilmu Shorof. Ilmu Shorof itu dinamakan dengan Umul Ulum
(induknya ilmu) karena dari Ilmu shorof itu kita dapat mengetahui
berbagai macam bentuk perubahan yang antar kata satu dengan yang lainnya
mempunyai arti berbeda.
2.
Pengertian Fi’il Madhi
ما دل على حدث مضى وإنقضى ,وعلامته أن تقبل تاء التأنيث الساكنة
Lafazh yang menunjukkan kejadian (perbuatan)
yang telah berlalu dan selesai. Alamatnya ialah sering dimasuki ta’ ta’nis yang di-sukun-kan.[3]
Contoh:
علم - علمت ,
نصر- نصرت.
Adapun fi’l madhi dapat diketahui dengan
tanda-tandanya.
فالماضى مفتوح الاخر ابدا
Fi’il mdhi selamanya di-fathah-kan huruf akhirnya.
Contoh: أكرم , حسن , ضرب , علم ,
نصر.
Perlu diketahui bahwa yang dimaksud dengan di-fathah-kan
huruf akhir-nya ialah fathah secara lafazh seperti contoh
di atas dan fathah secara perkiraan, seperti: دعى , نهى ,
رمى , fathah huruf akhir-nya itu harus diperkirakan
apabila bertemu dengan dhamir marfu’ (dhamir yang di-rafa’-kan)
karena menjadi fa’il-nya, seperti:
عرفت ,
نصرت , فعلت.[4]
Kata nazhim:
فالماضى مفتوح
الاخر إن قطع - عن مضمر محرك به رفع
Fi’il madhi itu selalu di-fathah-kan huruf
akhirnya jika terlepas dari dhamir mutaharrik yang di-rafa’-kan. [5]
Adapun fi’il madhi dibagi menjadi dua
bagian; yaitu:[6]
a. Menerima tashrif
Contoh:
أكرم , حسن ,
ضرب , علم , نصر
b. Tidak menerima tashrif
Contoh:
عسى ,
ليس , بئس , نعم
Seperti dalam
ayat Al-Qur’an:[7]
نعم العبد إنه أواب . (ص : 44).
Dialah (Ayyub) sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada Rabbnya). (Shaad: 44).
بئس الإسم الفسوق بعد الإيمان . (الحجرات : 11).
Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang
buruk sesudah iman. (Al-Hujurat: 11).
3. Pengertian
I’rab
Secara etimologi I’rab yaitu:
تغيير (berubah), dan secara terminologi yaitu:
تغيير أواخر الكلم لإختلاف العوامل الداخلة
عليها لفظا أو تقديرا
Perubhan pada akhir kalimat karena kemasukan ‘amil yang
berbeda-beda, baik secara lafazh maupun perkiraan.[8]
Contoh secara lafazh: جاء زيد (zaid
telah datang).
رأيت زيدا (saya telah melihat zaid).
مررت بزيد (saya telah berjalan dengan bertemu zaid).
Contoh secara perkiraan: جاء الفتى (pemuda itu telah datang).
رأيت الفتى (saya telah
melihat pemuda itu).
مررت بالفتى (saya telah
berjalan dengan bertemu pemuda itu).
B. Tashrif Fi’il
Madli
Adapun tashrif lughowi fi’il madhi dibagi menjadi dua bagian; yaitu:[9]
1. Mabni fa’il
فالمبنى للفاعل منه ما كان أوله مفتوحا أو كان أول متحرك منه مفتوحا
Maka apabila mabni fa’il huruf pertamanya dibaca fathah
atau huruf pertamanya berharakat fathah.[10]
Contoh: فعل , فعلل , أفعل , فوعل
Keterangan:
Jangan mempertimbangkan harakat alif
pada permulaannya, sebab itu merupakan huruf tambahan (dibaca apabila di
awal pengucapan dan gugur apabila di tengah-tengah pengucapan).
Contoh:
افتعل , استفعل
Adapun contoh-contoh fi’il madhi mabni fa’il dari fi’il tsulatsi
mujarrad yang bersambung dengan dhamir rafa’ yaitu sebagai berikut:
a. Untuk ghaib (orang ketiga laki-laki)
1) كَتَبَ (dia seorang
laki-laki telah menulis).
2) كَتَبَا (mereka dua orang laki-laki telah menulis).
3) كَتَبُوْا (mereka para laki-laki telah menulis).
b. Untuk ghaibah (orang ketiga perempuan)
1) كتَبَتْ (dia seorang perempuan telah menulis).
2) كَتَبَتَا (mereka dua orang
perempuan telah menulis).
3) كَتَبْنَ (mereka para
perempuan telah menulis).
c. Untuk mukhaathab (lawan bicara laki-laki)
1) كَتَبْتَ (kamu seorang
laki-laki telah menulis).
2) كَتَبْتُمَا (kalian dua orang
laki-laki telah menulis).
3) كَتَبْتُمْ (kalian para
laki-laki telah menulis).
d. Untuk mukhaathabah (lawan bicara perempuan)
1) كَتَبْتِ (kamu seorang perempuan telah
menulis).
2) كَتَبْتُمَا (kalian dua orang perempuan
telah menulis).
3) كَتَبْتُنَّ (kalian para
perempuan telah menulis).
e. Untuk mutakallim (pelaku/subjek)
1) كَتَبْتُ (saya laki-laki
atau perempuan telah menulis).
2) كَتَبْنَا (kami laki-laki
atau perempuan telah menulis).
2. Mabni maf’ul
وهو الذي لم يسم فاعله
Kata kerja yang tidak
disebut fa’ilnya.
ما كان أوله مضموما أو كان
أوله متحرك منه مضموما
Kalimat fi’il yang huruf
awalnya di-dhammah-kan. Contoh: فعل , فعلل ,
أفعل , فوعل , atau huruf awal berharakatnya di-dhammah-kan. Contoh:
افتعل .[11]
Adapun hamzah washal ikut pada yang dibaca dhammah
dan huruf sebelum akhirnya selamanya dibaca kasrah.
Contoh: نصر زيد
(zaid telah ditolong).
Adapun contoh-contoh fi’il madhi mabni maf’ul dari fi’il tsulatsi
mujarrad yang bersambung dengan dhamir rafa’ yaitu sebagai berikut:
a. Untuk ghaib (orang ketiga laki-laki)
1) نصر (dia
seorang laki-laki telah ditolong).
2) نصرا (mereka
dua orang laki-laki telah ditolong).
3) نصروا (mereka para laki-laki telah ditolong).
b. Untuk ghaibah (orang ketiga perempuan)
1) نصرت (dia seorang perempuan telah ditolong).
2) نصرتا (mereka dua orang perempuan telah ditolong).
3) نصرن (mereka para perempuan
telah ditolong).
c. Untuk mukhaathab (lawan bicara laki-laki)
1) نصرت (kamu seorang laki-laki
telah ditolong).
2) نصرتما (kalian dua orang
laki-laki telah ditolong).
3) نصرتم (kalian para laki-laki
telah ditolong).
d. Untuk mukhaathabah (lawan bicara perempuan)
1) نصرت (kamu seorang perempuan
telah ditolong).
2) نصرتما (kalian dua orang
perempuan telah ditolong).
3) نصرتن (kalian para perempuan
telah ditolong).
e. Untuk mutakallim (pelaku/subjek)
1) نصرت (saya laki-laki atau
perempuan telah ditolong).
2)
نصرنا (kami laki-laki atau perempuan telah ditolong).
C. I’rab Fi’il
Madhi
Di baca fathah
apabila tidak bertemu dengan wau dhamir jamak dan dhamir rafa’
mutaharrik (yang berharakat).[12]
Contoh :
ü Fi’il tsulatsi
mujarrad: فعل ,ضرب , نصر , فتح ,علم
ü Fi’il ruba’i: فعلل , جلبب , دخرج , حوقل , بيطر
ü Fi’il tsulatsi
mazid ruba’i: أفعل ,
أكرم
ü Fi’il tsulatsi
mazid khumasi: تفاعل
, تباعد
ü Fi’il tsulatsi
mazid tsudatsi: استفعل
, استخرج
Dibaca dhammah dengan mengira-ngira fathah apabila bertemu dengan wau dhamir jamak.
Contoh:
ü Fi’il tsulatsi
mujarrad: فعلوا ,ضربوا , نصروا , فتحوا ,علموا
ü Fi’il ruba’i: فعللوا , جلببوا , دخرجوا , حوقلوا , بيطروا
ü Fi’il tsulatsi
mazid ruba’i: أفعلوا
, أكرموا
ü Fi’il tsulatsi
mazid khumasi: تفاعلوا
, تباعدوا
ü Fi’il tsulatsi
mazid tsudatsi: استفعلوا
, استخرجوا
Dibaca sukun dengan mengira-ngira fathah
apabila bertemu dengan dhamir rafa’ mutaharrik (yang
berharakat).
Contoh:
نصرتن نصرت نصرتما نصرتم
نصرت
نصرتما نصرتن نصرت نصرنا
KESIMPULAN
Tashrif menurut bahasa yaitu perubahan dan menurut
istilah yaitu mengubah asal bentuk kalimat yang satu kepada model-model bentuk
yang berbeda-beda, untuk menghasilkan makna-makna yang diharapkan/yang
dimaksud/yang dituju, yang tidak akan berhasil melainkan dengan cara itu (model
model bentuk tersebut).
Dalam Ilmu Shorof, Para Ulama telah membagi tashrif ini
menjadi dua macam: yaitu:
1.
Tashrif Lughawi
2.
Tashrif
Istilahi
Fi’il madhi adalah afazh
yang menunjukkan kejadian (perbuatan) yang telah berlalu dan selesai. Alamatnya ialah sering dimasuki ta’ ta’nis
yang di-sukun-kan.
Fi’il madhii dibaca fathah apabila tidak bertemu dengan wau dhamir
jamak dan dhamir rafa’ mutaharrik (yang berharakat), diibaca dhammah
dengan mengira-ngira fathah apabila bertemu dengan wau dhamir jamak,
dan dibaca sukun dengan mengira-ngira fathah apabila bertemu
dengan dhamir rafa’ mutaharrik (yang berharakat).
Adapun fi’il madhi dibagi menjadi dua bagian;
yaitu:
1.
Menerima tashrif
2.
Tidak menerima tashrif
Adapun tashrif lughowi
fi’il madhi dibagi menjadi dua bagian; yaitu:
1. Mabni fa’il
فالمبنى للفاعل منه ما كان أوله مفتوحا أو كان أول متحرك منه مفتوحا
Maka apabila mabni fa’il huruf pertamanya dibaca fathah atau huruf
pertamanya berharakat fathah.
2. Mabni maf’ul
وهو الذي لم يسم فاعله
Kata kerja yang tidak
disebut fa’ilnya.
ما كان أوله مضموما أو كان أوله متحرك منه مضموما
Kalimat fi’il yang huruf
awalnya di-dhammah-kan, atau huruf awal berharakatnya di-dhammah-kan.
I’rab secara etimologi
yaitu: تغيير (berubah), dan secara terminologi
yaitu:
تغيير أواخر الكلم لإختلاف العوامل الداخلة
عليها لفظا أو تقديرا
Perubhan pada akhir kalimat karena kemasukan
‘amil yang berbeda-beda, baik secara lafazh maupun perkiraan.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Moch. 1995, Ilmu Nahwu; Terjemahan Matan Al-Ajurumiyyah
dan Imrithy. Bandung: Sinar Baru
Algensido.
Muhammad Araa’ini, Syamsuddin. 2002, Ilmu Nahwu; Terjemahan Mutammimah Al-Ajurumiyyah. Bandung: Sinar Baru
Algensido.
[1] Abi hasan Ali bin Hisyam Al-kailani. Tashrif Izzi.
Surabaya: Alhidayah. Hal. 2.
[3] KH. Moch. Anwar, 1995, Ilmu Nahwu; Terjemahan Matan
Al-Ajurumiyyah dan Imrithy. Bandung: Sinar Baru Algensido. Hal. 55.
[4] KH. Moch. Anwar, 1995, Ilmu Nahwu; Terjemahan Matan Al-Ajurumiyyah
dan Imrithy. Bandung: Sinar Baru
Algensido. Hal. 57.
[6] Syekh Syamsuddin Muhammad Araa’ini, 2002, Ilmu Nahwu; Terjemahan Mutammimah Al-Ajurumiyyah. Bandung: Sinar Baru
Algensido. Hal. 7.
[8] KH. Moch. Anwar, 1995, Ilmu Nahwu; Terjemahan Matan Al-Ajurumiyyah
dan Imrithy. Bandung: Sinar Baru
Algensido. Hal. 11.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar